Apa
itu supersemar? Bagaimana proses terlahirnya Supersemar? Apa isi dari
Supersemar (surat perintah sebelas maret? Banyak kontroversi di keluarkannya
surat perintah itu. Bahkan banyak yang mulai mempertanyakan keaslian surat
perintah itu. Apakah benar surat perintah itu benar di keluarkan oleh Presiden Soekarno. Disini kita akan
megulas sedikit tentang SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret).
Latar belakang
dikeluarkannya Supersemar adalah ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet
Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama “kabinet 100 menteri”. Pada
saat sidang dimulai, Brigadir Jendral
Sabur sebagai panglima pasukan pengawal Presiden “Tjakrabirawa” melaporkan bahwa banyak “pasukan liar”
atau “pasukan tak dikenal” yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostrad
dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal
Idris yang bertugas
menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S/PKI di
antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I, Soebandrio.
Berdasarkan
laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I, Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri
III, Chaerul Saleh berangkat
ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya
ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II, Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke
Bogor. Situasi ini lalu dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto yang
pada saat itu menjabat selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa
G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral
Soeharto saat itu
tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit.
Karena tidak
bisa hadir dalam rapat tersebut, Mayor Jendral Soeharto pun mengutus 3 orang
perwira tinggi angkatan darat ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di
Istana Bogor. Mereka adalah Brigadir Jenderal M. Jusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal
Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi
pembicaraan antara 3 perwira tinggi angkatan darat dengan Presiden
Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan
bahwa Mayor Jenderal Soeharto mampu
mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau
surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jenderal (purn) M.
Jusuf, pembicaraan mereka
dengan Presiden Soekarno saat itu berlangsung hingga pukul 20.30 malam.
Akhirnya Presiden Soekarno pun setuju dengan usulan
itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar yang ditujukan kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku
panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban. Surat Supersemar tersebut pun tiba di Jakarta
pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh
Sekretaris Markas Besar Angkatan Darat, Brigjen Budiono H.
Isi
dari Supersemar Sebagai Berikut:
SURAT PERINTAH
I. Mengingat:
1.1.
Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun
Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
II. Menimbang:
2.1.
Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
III. Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada:
LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1. Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja
keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja
Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi
untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan
pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan
Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam
tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
IV. Selesai.
Djakarta, 11 Maret 1966